Cancel Preloader

Cara Cerdas Untuk Terbebas Dari Kegandrungan

“Atthi kho, āvuso, maggo atthi paṭipadā,
etāsaṁ taṇhānaṁ pahānāyā”ti.

“Wahai Kawan, ada Sang Jalan, ada Praktik,
untuk menuju terbebasnya dari kegandrungan-kegandrungan tersebut.”

—Taṇhāpañhāsutta, Jambukhādakasaṁyutta, Saḷāyatanavaggapāḷi,
Saṁyuttanikāya, Suttapiṭaka

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa

Kegandrungan sebagai Kemunculan Dukkha

Tujuan utama para pengikut Sang Buddha adalah terbebas dari dukkha. Sebagai ringkasan dari uraian Empat Kebenaran Mulia, sesuatu yang sewajarnya memiliki kemunculan, pun sewajarnya memiliki kepadaman, terkhusus mengenai dukkha itu sendiri.

Secara jelas disebutkan oleh Sang Buddha, bahwa dukkhasamudaya (kemunculan dukkha) adalah taṇhā alias kegandrungan. Bersebab kegandrungan, makhluk-makhluk kembali terlahir, terikat nafsu dan kegemaran bernoda, menggemari objek di sana sini (S v 421).

Kegandrungan menyebabkan kemelekatan (upādāna) yang mengondisikan perbuatan-perbuatan hingga makhluk-makluk kembali terlahir, untuk kemudian kembali mengalami usia tua, kematian, dan segala macam jenis penderitaan (D ii 56). Demikianlah keberadaan kegandrungan sebagai kemunculan dukkha.

Kemunculan dan Pemilahan Kegandrungan

Lantas apakah yang menjadi kemunculan kegandrungan? Sebab terdekat kegandrungan adalah kemunculan pengenyaman (vedanā). Yakni, adanya pengenyaman menyenangkan, tidak menyenangkan, atau biasa-biasa saja. Pengenyaman disebabkan oleh persentuhan antara keenam landasan bagian dalam dengan bagian luar. Akan tetapi, jika dirunut lebih jauh lagi, sebabnya adalah avijjā, yakni ketidaktahuan terkait Empat Kebenaran Mulia (S ii 1).

Secara umum, taṇhā dipilah menjadi tiga, yakni: kāmataṇhā, bhavataṇhā, dan vibhavataṇhā. Kāmataṇhā berarti menggandrungi kesenangan indriawi yang diperoleh dari persentuhan lima landasan, dipelopori oleh unsur-unsur rupa (DA ii 500). Sementara itu, bhavataṇhā adalah kegandrungan yang disertai pandangan kekekalan (sassatadiṭṭhi), sebaliknya vibhavataṇhā adalah kegandrungan yang disertai pandangan pemusnahan (ucchedadiṭṭhi).

Dalam sudut pandang lain, kāmataṇhā dijelaskan sebagai noda batin yang terikat dengan kāmadhātu (Vbh 365). Dengan demikian, mengarahkan makhluk-makhluk untuk terlahir pada kāmāvacarabhūmi alias alam-alam pemuasan kesenangan indriawi. Sementara, bhavataṇhā terikat dengan rūpadhātu dan arūpadhātu, sehingga mengarahkan untuk terlahir pada rūpāvacarabhūmi dan arūpāvacarabhūmi, secara umum disebut sebagai alam brahma.

Jalan Menuju Terbebasnya Kegandrungan

Sesuai dengan Empat Kebenaran Mulia, yang disebut sebagai Sang Jalan adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan. Jalan ini dimulai dengan Pandangan Benar alias sammādiṭṭhi. Akan tetapi, terdapat dua jenis sammādiṭṭhi. Ada yang disebut sebagai sāsavā, masih disertari arus. Ada juga yang disebut sebagai anāsavā tidak disertai arus (M iii 72).

Pandangan Benar yang disertai arus secara ringkas dijelaskan sebagai pandangan yang menyetujui adanya buah dari perbuatan baik dan buruk. Ini adalah pandangan yang benar dan merupakan bagian kebajikan, hanya saja masih disertai arus yang mengarahkan pada kelahiran kembali.

Sementara, yang disebut sebagai anāsavā adalah pandangan yang disertai dengan paññindriya, yakni memiliki kemahiran untuk memilah-milah dan menunjukkan jalan menuju amerta (MA iv 131). Selain itu, juga memiliki dhammavicayasambojjhaṅga alias setelah memenuhi ketujuh bojjhanga, memilah perihal-perihal menurut Empat Kebenaran, yakni mengetahui apa saja yang termasuk bagian dukkha, kemunculannya, kepadamannya, dan jalan menuju kepadamannya. Pandangan ini juga disebut sebagai lokuttara maggaṅga, yang mejadi bagian Sang Jalan yang melampaui perihal duniawi. Inilah pandangan yang harus dimiliki sebagai dasar terbebasnya kegandrungan.

Daftar Rujukan:

Rujukan Utama:

  • Chalmers, R. (Ed.). (1977). The Majjhima-Nikāya (Vol. II). London: The Pali Text Society.
  • Davids, T., & Carpenter, J. (Eds.). (1966). The Dīgha Nikāya (Vol. II). London: Luzac & Company Ltd.
  • Davids, R. (Ed.). (1978). The Vibhaŋga: the Second Book of the Abhidhamma Piṭaka. London: The Pali Text Society.
  • Feer, M. L. (Ed.). (1976). Saṃyutta-Nikāya: Mahā-Vagga (Vol. V). London: The Pali Text Society.
  • Feer, M. L. (Ed.). (1989). Saṃyutta-Nikāya: Nidāna-Vagga (Vol. II). Oxford: Pali Text Society.
  • Feer, M. L. (Ed.). (1990). Saṃyutta-Nikāya: Saḷāyatana-Vagga (Vol. IV). Oxford: Pali Text Society

Bhikkhu Thitasaddho

https://www.dhammacakka.org

Related post